Ketua MUI Papua Ust Payage yang Tegas dan Pemberani itu Lulusan Pesantren Sukorejo

payage

Serambimata.com – Di penghujung tahun 2015 ada kabar yang sempat ramai dibicarakan di berbagai Media Sosial (Medsos). Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua, Ustad Payage  melakukan langkah berani  dengan meminta salah satu tokoh agama Islam dan pengikutnya untuk meninggalkan Papua.

Ustadz yang bernama lengkap Saiful Islam al Payage mengambil tindakan tegas  karena kerawanan penyebaran ajaran Islam yang radikal yang  menjurus pada konflik antar umat beragama di Papua. Tokoh Islam yang ‘diusir’ itu adalah ustaz Ja’Far Umar Thalib dan para santrinya.

Ja’Far Umar Thalib sendiri merupakan tokoh Islam garis keras yang juga pendiri Laskar Jihad atau sebuah organisasi Islam miilitan di Indonesia. Ustaz kelahiran Malang yang tahun 1987 pernah bergabung dengan Mujahidin di Afghanistan saat berperang melawan Uni Soviet ini telah berada di Jayapura sejak 4 Desember lalu dan langsung bermukim di Koya Barat. Kedatangan pria pemilik pesantren Ihya As Sunnah di Sleman Jogjakarta ini dikatakan ingin berdakwah, namun dari rekam jejak yang cukup meresahkan dan dianggap bisa membuka potensi konflik antar umat beragama akhirnya MUI sepakat untuk meminta ustaz Ja’Far tidak melanjutkan niatnya di Papua dan kembali ke Jawa.

Dikutip dari Cendrawasih Pos beberapa waktu lalu, Ustadz Payage menjelaskan, sebelum keputusan itu diambil pihaknya telah melakukan pertemuan dan dialog dengan ustadz Ja’far Umar Thalib dan santrinya.

“Kami melakukan rapat dengan mengundang ustadz Ja’far Umar Thalib terkait situasi yang berkembang dan membingungkan serta bisa mempengaruhi toleransi umat beragama. MUI Papua berdialog dengan beliau, sebab berita selama ini informasinya hanya katanya-katanya dan alhamdulillah beliau respons dan beliau dengan santrinya juga hadir pada pertemuan tadi,” kata Ketua MUI Papua, ustaz Al Payage.

Dari pertemuan tersebut MUI menerangkan soal situasi Islam di Papua dan toleransi umat Islam dengan umat lain serta perkembangan dan cara dakwah yang harus dilakukan di Papua.

Cara dakwah selama ini adalah dengan penuh kelembutan, penuh dengan ahlak dan bihlal. Penjelasan ini lanjut Payage diterima namun ustaz Ja’Far juga menerangkan bahwa niatnya ke Papua adalah untuk berdakwah, menyampaikan ayat Alquran dan Hadist, tidak lebih itu. Hanya saja pertemuan ini juga memunculkan banyak masukan dari Ormas Islam yang mereka tahu persis apa saja yang dilakukan ustaz Ja’Far selama di Papua sehingga disimpulkan bahwa Ja’far dan santrinya harus meninggalkan Papua.

“Itu keputusan kami. Kami  melihat cara ustaz Jafar dalam berdakwah tidak relevan dengan kondisi di Papua. Di sini masyarakatnya majemuk dan tidak bisa saling menyalahkan apalagi ada juga yang dalam satu keluarga yang tidak seiman. Metode dakwah yang beliau terapkan sementara ini belum relevan tapi kalau di Jawa mungkin tak masalah,” tegas Payage.

Namun MUI juga menampik jika kedatangan ustaz yang juga pernah belajar banyak di Yaman ini tak ada kaitannya dengan insiden Tolikara saat Idul Fitri lalu tetapi hanya melihat umat Islam dan berdakwah serta membangun pesantren.

Dari keputusan tersebut, Ja’Far bersedia asal ada surat resmi dari pemerintah Papua sebab beliau masuk dengan resmi dan merupakan warga negara Indonesia.

“Dalam waktu dekat kami akan meminta pemerintah untuk mengeluarkan surat agar yang bersangkutan meninggalkan Papua,” imbuh Payage.

Ustadz Saiful Islam Al Payage lahir di Papua tanggal 7 April 1979. Sebelum menjadi Muslim dan melakukan dakwah, Payage dibesarkan di kawasan  Silimo Kabupaten Yahukimo Papua. Bapaknya yang bernama Simon Payage tercatat sebagai seorang pendeta. Namun, Payage tanpa sepengetahuan orang tuanya justru menuntut ilmu di Pondok Pesantren Salafiyah Situbondo Jawa Timur. Di Pesantren tersebut ia disambut baik bahkan diangkat menjadi anak asuh Pengasuh Pesantren KHR Ahmad Fawa’id As’ad Syamsul Arifin.  Dari sana pula Payage bercita-cita ingin menjadi seorang ustadz.

Dia sengaja tidak memberitahu orang tuanya karena kalau hal itu dilakukan, pasti tidak diizinkan. Bagaimana tidak, selain seorang pendeta, orang tua Payage juga tokoh masyarakat di Papua. Sehingga ia sempat khawatir, orang tuanya nanti tahu kalau dirinya telah menjadi ustadz.   “Mimbar Da’i TPI 2005”.

Beruntung, kekawatiran finalis Mimbar  Da’i TPI 2005 itu tidak terbukti. Meskipun Masyarakat di daerahnya sempat mencemooh orang tuanya, orang tua Payage, Simon Payage justru  mendukung langkah yang  ditempuh anaknya itu. Hal itu terlihat ketika Simon menyambut kedatangan anaknya saat pulang kampung.

Ustadz Payage tidak mau dicap sebagai da’i karbitan. Untuk itu, dirinya terus memperdalam ilmu-ilmu Islam. Dia tidak merasa puas hanya lulus sebagai sarjana agama Islam (SAg.). Apalagi dirinya punya latar belakang seorang mualaf, jadi apa yang telah didapatinya selama ini dirasakan masih kurang.

“Saya memang sudah sering melakukan ceramah di hadapan ribuan orang. Tapi saya pikir, sangat penting untuk belajar terus,” ujar bapak seorang anak ini.

Dari berbagai sumber

About serambimata

Terus menulis

Posted on 4 Januari 2016, in Agama and tagged , , , , , . Bookmark the permalink. 6 Komentar.

  1. Lanjutkan perjuanganmu ustad saiful islam,kami mendukung anda sepenuhnya.

    Disukai oleh 1 orang

  2. Alhamdulillah semoga rahmat tuhan sellu dilempahkan kepadamu saudaraku
    saiful islam al fayage..

    Disukai oleh 1 orang

  3. Ya …insya Allah…

    Suka

  4. Berdakwalah untuk kebaikan umat

    Suka

  5. Semoga umat islam di dunia ini mendapat Rahmad

    Suka

  1. Ping-balik: Subhanallah! Di Papua Ditemukan Pusaka Berupa Al Qur’an Berumur Ratusan Tahun Milik Kepala Suku |

Tinggalkan Balasan ke wong ndeso Batalkan balasan