Sepenggal Kisah tentang Persahabatan Pendiri NU dan Muhammadiyah

image

KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asyari

Serambimata.com – Munculnya bibit-bibit paham radikalisme yang selalu mengatasnamakan gerakan pemurnian Islam di Indonesia, berpotensi mengganggu pilar-pilar persatuan bangsa. Kendari begitu, fenomena tersebut melahirkan hikmah tersendiri bagi Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Dua ormas Islam terbesar di republik ini mulai berangkulan dalam satu visi menjaga keutuhan NKRI dan bersatu membangun Negeri.

Bila menilik masa lalu, Kebersamaan NU dan Muhammadiyah sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan sebelum dua ormas Islam itu lahir di Indonesia, kedua pendirinya KH. Hasyim Asyari dan KH Ahmad Dahlan merupakan sahabat karib bahkan seperguruan dalam mempelajari dasar- ilmu Agama.

KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan dulu menimba ilmu bersama di bawah asuhan KH Saleh. Selama dua tahun mereka hidup bersama.

Keduanya adalah tokoh besar bangsa ini. Dua ulama yang masing-masing mendirikan organisasi Islam terbesar di Nusantara. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Hasyim Asy’ari membentuk Nahdlatul Ulama (NU).

Kiai Ahmad Dahlan sangat karib dengan Kiai Hasyim As’ari. Dulu, keduanya pernah menimba ilmu dari guru yang sama, yaitu Kiai Haji Saleh Darat. Di pondok pesantren yang terletak di wilayah Semarang inilah, kedua tokoh ini bertemu.

Ahmad Dahlan kala itu berusia 16 tahun. Sementara Hasyim berusia 14 tahun. Ahmad Dahlan memanggil Haysim dengan sebutan “Adi Hasyim”. Sementara Hasyi memanggil Ahmad Dahlan dengan sebutan “Mas Darwis”, sebab, nama kecil Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis.

Di bawah bimbingan Kiai Saleh, keduanya mencecap ilmu dari kitab-kitab karya ulama besar. Mulai tasawuf, fikih, serta ilmu-ilmu lainnya. Mereka belajar di Semarang selama dua tahun. Selama itu pula keduanya konon tinggal sekamar.

Setelah dari Semarang, Ahmad Dahlan dan Hasyim menuntut ilmu ke Mekah, Arab Saudi. Keduanya mendapat referensi ulama-ulama besar dari sang guru yang dulunya juga belajar di sana.

Setelah pulang dari Saudi, Kiai Ahmad Dahlan dan Kiai Hasyim Asy’ari mengamalkan ilmu yang mereka dapat. Kiai Ahmad Dahlan kemudian mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Sementara Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari mendirikan NU pada 31 Januari 1926. Kini, kedua organisasi itu menjadi wadar besar bagi umat muslim di Nusantara.

Buya Syafii Berharap Muhammadiyah dan NU Bersatu Bangun Negeri

Kini kedua Ormas Islam terbesar itu menyadari akan pentingnya kebersamaan dalam membangun bangsa agar tercipta kekuatan yang luar biasa. Mantan ketua umum Muhammadiyah Buya Syafi’i Ma’arif  dalam suatu kesempatan pernah menyinggung friksi yang pernah terjadi antara dua ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah.

“NU Muhammadiyah, dulu kita berdebat masalah khilafiyah maslah doa qunut, usolli, ziarah dan lain-lain yang itu sangat menghabiskan energi kita,” ujarnya di hadapan ribuan nahdhiyin saat itu.

Dia bersyukur saat ini friksi tersebut sudah tidak terjadi lagi, karenanya dia berharap agar para pemuda baik dari Muhammadiyah maupun NU harus bekerjasama untuk membangun bangsa ini.

“Anak muda Muhammadiyah dan NU harus saling share diskusi, kalau perlu saling buka rahasia,” ujarnya
Menurutnya saat ini yang paling penting bangsa ini harus dijaga, keutuhan persatuan harus dijaga dan sebagai umat mayoritas umat islam punya tanggung jawab yang sangat besar.

Dia menambahkan bahwa jumlah yang besar ini harus diimbangun dengan kualitas yang baik, sebab tanpa kualitas yang baik kuantitas tidak ada artinya.

Dia juga berharap Islam Nusantara yang selama ini didengungkan oleh kalangan Nahdliyin tidak hanya terbatas pada slogan saja dan harus diimplikasikan dalam kehidupan masyarakat.

Menurutnya Islam nusantara jangan berhenti jadi semboyan saja, Islam nusantara harus diberikan substansi.

(Dari berbagai sumber)

Iklan

About serambimata

Terus menulis

Posted on 27 Februari 2016, in Agama and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink. 5 Komentar.

  1. Muhammad Sufron Chaffas

    Assalaamu’alaykum, advis buat rekans muslim, agar sejarah tersebut otentik kebenarannya, maka perlu ada kajian, yaitu mengapa terjadi perbedaan yang begitu jauh hingga 14 tahun antara pendirian Ormas Muhammadiyah dengan Ormas NU?. Sehubungan ada kisah yang menceritakan bahwa pada saat kepemimpinan Syaikh KH. Ahmad Dahlan bermasa tahun 1912~1922 M, ajaran agama Islamnya menganut paham Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, namun setelah diganti oleh H. Ibrahim, bermasa tahun 1923~1933 M, ajarannya mulai membid’ahkan Tahlilan, Tawassul, Maulid Nabi, Ziarah Kubur dsb, maka para Ulama ASWAJA memonitornya hingga 4 tahun, hal tersebut merupakan satu di antara yang menyebabkan didirikan atau lahirnya Ormas NU (Nahdlotul Ulama). Para pimpinan Muhammadiyah mulai terlihat menganut ajarannya Muhammad bin Abdul Wahab, sebagaimana seorang Ulama ASWAJA mengungkapkan bahwa “Begini, sekarang ini mulai ada kelompok-kelompok yang sangat tidak senang dengan ulama Salaf, tidak senang dengan kitab-kitab ulama Salaf, yang diikuti hanya Al-Qur’aan dan Hadits saja, yang lain tidak perlu diikuti. Sementara yang lain sudah merajalela, tabarruk-tabarruk sudah tidak boleh. Orang minta berkah ke Ampel sudah tidak boleh. minta syafaat kepada Rosuulullaah SAW sudah tidak boleh, hal ini sudah tidak dikehendaki dan sudah ditolak semua oleh kelompok-kelompok tersebut. Sehubungan ajaran dari Ormas Muhammadiyah sudah mulai menyimpang dari Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, maka pada tanggal 31 Januari 1926 M, para Ulama ASWAJA mendirikan organisasi yang dinamakan Nahdlatul ‘Ulama (Kebangkitan ‘Ulama) yang disingkat NU dengan Ketua Ro’is Aam Syaikh KH. Mohammad Hasyim Asy’ari bermasa tahun 1926–1947 M dan Tanfidziyah Syaikh KH. Hasan Gipo bermasa tahun 1926–1952 M. Adapun pada periode kepemimpinan Ormas Muhammadiyah berikutnya yaitu pada kepemimpinan ke-4, yang diketuai oleh H. Mas Mansyur bermasa tahun 1937–1941 M, terlihat jelas menganut ajarannya Muhammad bin Abdul Wahab dengan melakukan perombakan dalam organisasi dan ajarannya, diantaranya buku Ilmu Fiqih karangan Syaikh KH. Ahmad Dahlan tidak dibolehkan lagi digunakan dalam peribadatannya. Oleh karena itu bagi umat Islam yang awam, maka tidak akan bisa mengenali dan memahami bahwa sesungguhnya antara ajaran agama Islam yang dianut oleh pengikut Ormas NU dan Ormas Muhammadiyah saat ini sudah berbeda. Wa assalaam.

    Suka

  2. yenny el-mahfudhah

    Beginilah yang seharusnya kita lakukan

    Suka

  3. “Kiai Ahmad Dahlan” kemudian mendirikan Muhammadiyah pada 18 November 1912. Sementara “Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari” mendirikan NU pada 31 Januari 1926.

    Gelarnya??? Saya gk yakin yg bersangkutan bangga dg gelar yg d sematkan.

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: