HUT RI, Sholat, Kompetisi, Promosi dan Keamburadulan

Peserta karnaval MAN 2 Situbondo, nomor urut 25

Serambimata.com, Situbondo – “Ini kepercayaan dan amanah yang harus saya laksanakan” janjiku dalam hati ketika ditunjuk madrasah tempat saya abdikan ilmu untuk menjadi ketua tim pelaksanaan lomba pawai budaya dalam HUT RI ke-71 kabupaten Situbondo. 
Bersama kawan-kawan satu tim dan beberapa guru  yang secara suka rela membantu, saya menyiapkan segala sesuatunya selama beberapa hari hingga tiba pelaksanaan acara itu. tentu dengan biaya yang tak sedikit pula. 

Saya melihat wajah-wajah siswa-siswi saya berseri-seri dengan aneka ragam polesan sesuai peran masing-masing. Ada semangat yang berkobar untuk turut merayakan memerdekaan negaranya, seperti semangat 45. Meskipun semangat mereka tak seberapa dibanding semangat para pejuang terdahulu dalam merebut dan mempertahan kemerdakaan negara ini.

jam 10.00 wib. berkumpul, sementara saya sejak pagi sudah boking tempat agar kontingen kami mendapatkan tempat lebih dekat dengan start sehingga bisa berangkat lebih awal. Maklum saja, panitia membuat aturan nomor urut pemberangkatan akan direntukan di lokasi pemberangkatan berdasarkan kesiapan peserta. Kamipun mendapat nomor tidak terlalu awal tapi juga tak terlalu akhir, nomor 25 dari 50 lebih seluruh peserta yang terdaftar.

Replika Perahu di atas samudera MAN 2 Situbondo

Kulihat jam di tangan sudah pukul 12 siang, berarti sudah tiba waktunya pawai seni budaya yang dilombakan ini dimulai sesuai jadwal. Tapi hingga setengah jam barlalu tidak ada tanda-tanda peserta diberangkatkan. Saya memberanikan diri bertanya kepada panitia kenapa belum diberangkatkan, “Pak, ini sudah jam 12 lewat kok belum dimulai yaa?” Tanyaku pada panitia yang mengatur garis start. “Bupati dan pejabat lainnya belum datang pak, jadi belum bisa dimulai” jawab salah satu panitia sambil sibuk menulis urutan tampil peserta dengan mimik pasrah. 

Sementara waktu terus merangkak hingga lewati pukul satu siang, di antara hiruk pikuk ribuan orang dan dentuman sound system telinga saya mendengar acara dimulai denga serangkain upacara ceremonial yang membuat pemberangkatan peserta makin molor. Dari sinilah pikiran saya mulai berkecamuk, kepala tiba-tiba seperti seperti ditimpuki beban berat, “Bagaimana dengan sholat dhuhur murid-muridku, kalau jam segini saja nomor 1 belum berangkat, lalu bagaimana dengan nomor 25 kontingenku?”, pikirku sambil terus berjalan diantara sesak peserta yang nampak mulai gelisah. 

Beruntung di dekat kami berkumpul mengambil posisi, ada Mushalla yang ada di komplek kantor KODIM. Bersama sebagian kecil peserta pawai budaya, sayapun sholat ditempat itu sambil berpikir untuk memberi tahu nanti kepada murid-muridku kalau di dekat sini ada Mushalla yang bisa dijadikan tempat sholat rame-rame”. Tapi bagaimana dengan murid-murid perempuanku yang sudah berdandan cantik  sejak tadi pagi? Ah… rasanya tak mungkin mereka merelakan bedak dan lipstiknya luntur oleh air wudhu'”. Tanyaku yang kujawab sendiri dalam ketidak khusu’an sholatku.

Kegelisahan itu belum temukan jawaban, keadaan justru makin panik ketika panitia sudah tak mampu mengatur dan mengendalikan peserta, hingga mereka diberangkatkan tidak berdasarkan nomor urut tapi siapa yang lebih dahulu menyentuh garis start. Akibatnya bisa ditebak, rebutan tempat dan saling berdesak-desakanpun dimulai. Dari sinilah situasi mulai tak terkendali, antar peserta sudah banyak yang emosi, bahkan tak jarang saling memarahi hingga nyaris berkelahi.  

Saya dan rombongan yang seharusnya start urutan 25 dan menunggu sejak pukul 10 siang akhirnya harus rela mendapat giliran menjelang maghrib hanya karena mengambil tempat agak jauh dari garis start. Tak hanya kami, di belakang saya bahkan ada peserta yang lebih na’as, mereka terpaksa berangkat sekitar jam 7 malam meskipun mereka memperoleh nomor urut 8. 

Kesemrawutan di garis start, peserta menumpuk berebut garis start

Menyusuri sepanjang jalan yang dilalui pawai seni budaya, saya merasa senang karena akhirnya kami bisa berangkat dan keluar dari kesumpekan dan keruwetan karena ketidak sigapan panitia dan keamburadulan pelaksanaan event perayakan kemerdekaan ini. Meskipun diam-diam dalam hati menggumpal sesal dan sedih atas apa yang terjadi hari ini. Bukan hanya karena kami tidak bisa tampil sesuai skenario sebagaimana yang telah disiapkan berhari-hari agar kami juga bisa maksimal berkompetisi dan mempromosikan  sekolah kami, tapi lebih dari itu, rasa sedih yang paling menghujam diri ini adalah ketika melihat murid-muridku tidak sholat hanya karena ke “amburadulan” ini.   

“Ya Allah, maafkan hamba atas semua ini, semua terjadi sungguh diluar kuasa kami” tangisku dalam hati sambil terus susuri  jalan yang penuh dengan serakan sampah dan rasa lelah. 

“Engkau Maha Tahu ya Rabb, atas tanggung jawab siapa puluhan muridku bahkan ribuan orang yang turut merayakan ulang tahun kemerdekaan bangsaku hari ini hingga tak ada waktu untuk sekedar melaksanakan salah satu perintahMu, sholat. Saya, panitia dengan segala keamburadulannya ataukah pimpinan kota saya ini?,”, hatiku tak henti berguman mencari pembenaran. 

———

Situbondo, Catatan pelaksanaan pawai seni budaya Situbondo, 13 Agustus 2016

About serambimata

Terus menulis

Posted on 14 Agustus 2016, in Budaya, Sosial and tagged , , , , . Bookmark the permalink. 6 Komentar.

  1. Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah, sampai tak terhingga selalu kudetakkan dalam dada. hampir sama persis yg saya pikirkan. berapa waktu sholat yang harus ditinggalkan peserta pawai ini.
    aku orang tuanya atau siapakah yang paling bertanggung jawab pada Ilahi robbiy.

    Suka

  2. Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, ….. sampai tak terhingga.
    Hampir sama persis yang saya pikirkan kemarin. kontingen ini melintas di depan Al Abror tepat sholat maghrib akan dimulai. Berkecamuk dalam dada,….
    akankah kontingen ini akan bubar barisan lalu berbondong-bondong menuju Al Abror? ternyata NGGAK, hmm panggilanNya tak dihiraukan.
    akupun ngloyor juga ….
    Yaa Robb, ampuni aku juga anakku dan semua keluargaku. Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim, Astaghfirullahal ‘adzim

    Suka

  3. Dosa berjamaah. Tapi nanti akan ditanya satu persatu oleh Alloh. Semua terlibat. Peserta, guru, panitia, orang tua, penonton, pemimpin termasuk para alim ulama yg tahu hal ini tapi diam tdk ada upaya perbaikan. Bagaimana negeri ini akan menjadi baldatun thoyyibatun wa Robbun Ghofur jika kelakuan pemimpin dan rakyatnya seperti ini. Jangan salahkan Alloh bila bangsa ini banyak ditimpa masalah.

    Suka

  4. wahhhh … cuma nunggu bupati belum datang? ckckckck ngaretnya segitu lamanya lagi hemm

    Suka

  5. dear all ; semoga kedepan panitia bisa lebih bagus menyiapkan acara ini mulai susunan acara , tema dan tujuan acara itu sendiri , dan masyarakat sekitar yg dilewati pawai bisa berperan aktif membuka pintu rumahnya untuk menampung peserta/penonton yg akan menunaikan sholat.
    semoga kedepan ada perbaikan.

    Suka

  6. Dijual Ruko di kompleks Ruko prima ciputat daerah ciputat, tangerang selatan

    Luas: 71 m2
    3 Lantai + balkon
    Listrik 3500
    Air pompa
    Harga: 1,8 Milyar (Nego)

    Hubungi: 085691943091

    Suka

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: