Menagih Perhatian Negara untuk Pesantren Pasca Ditetapkannya Hari Santri

Serambimata.com – 22 Oktober 2016 menjadi momen penting bagi santri dan pondok pesantren karena sejak tahun 2015 lalu pemerintah menetapkannya sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan tersebut tetuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015.
Untuk tahun ini, di berbagai tempat hari santri dirayakan dengan kirab, arak-arakan dan ceremonial. Cara ini dinilai kurang efektif tanpa diikuti oleh perhatian negara terhadap pesantren. Oleh karena itu, momen penting tersebut harus dimanfaatkan untuk mem-breakdown gagasan-gagasan demi kepentingan pesantren.
Penyataan tersebut disampaikan Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Maman Imanulhaq saat memberikan materi dalam Focus Group Discussion (FGD) RUU Madrasah dan Pondok Pesantren, Rabu (19/10) di Hotel Lumire Jakarta Pusat.
Dalam acara yang digelar LP Ma’arif NU, FPKB DPR RI, dan Kementerian Agama tersebut, Pengasuh Pesantren Al-Mizan Majalengka, Jawa Barat itu menuturkan selama ini seolah hari santri hanya sebatas arak-arakan, kirab, dan seremonial.
“Oleh negara, kita seolah sudah cukup bergembira dikasih hari santri. Pengakuan negara terhadap santri mestinya disertai perhatian mereka bahwa pesantren selama ini memberikan kontribusi luar biasa terhadap pembangunan bangsa sejak sebelum kemerdekaan,” papar Kiai yang akrab dipanggil Kang Maman ini.
Menurut Kang Maman, momen penting Hari Santri harus dimanfaatkan oleh NU untuk mem-breakdown gagasan-gagasan demi kepentingan pesantren dari sudut pandang alokasi anggaran tetap APBN untuk pesantren dan madrasah.
Karena menurut penulis buku Fatwa dan Canda Gus Dur ini, tidak terpungkiri bahwa selama ini pesantren dan madrasah terutama swasta masih mengalami diskriminasi alokasi anggaran negara. Tidak seperti pendidikan umum yang terbiayai oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sekaligus.
“Maka dari itu, pengguliran RUU Madrasah dan Pondok Pesantren ini semoga bisa memperkuat payung hukum yang ada selama ini sehingga eksistensi penting madrasah dan pesantren tidak terabaikan secara regulatif,” terangnya.
Senada dengan Kang Maman, Direktur Pendidikan Madrasah Kemenag RI M. Nur Kholis Setiawan juga menerangkan bahwa warga NU jangan hanya gegap gempita dengan Hari Santri. Tetapi juga harus mendorong pemerintah atau negara agar melakukan rekognisi (pengakuan) sehingga pesantren terperhatikan dalam alokasi anggaran negara.
“Kita sekarang masih gegap gempita dengan Hari Santri, tetapi bagi saya, ekstrim saya katakan, percuma ada Hari Santri kalau pesantren masih hanya dianggap sebagai ‘pemadam kebakaran’. Negara belum hadir di sana,” ujar Nur Kholis.
Karena menurutnya, kita tidak mungkin berargumentasi bahwa guru-guru dan ustadz-ustadz pesantren harus mendapatkan penghargaan negara. “Sama sekali belum bisa. Sebab selama ini, pesantren hanya masuk nomenklatur pendidikan non-formal,” tutur Nur Kholis
Sumber: nu.or.id
Posted on 20 Oktober 2016, in Sosial and tagged 22 Oktober, hari santri, Hari Santri Nasional, NU, perhatian pemerintah pada pesantren, Pesantren. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.
Tinggalkan komentar
Comments 0