Kiai Masdar: Memahami Al Maidah 51 tak Bisa Dipisahkan dari Mumtahanah 8

KH. Masdar Farid Mas’udi (gambar: suaranasional.com)


​Serambimata.com – Belum usai kontroversi kehadiran tokoh muda NU, Kiai Ahmad Ishomuddin (Gus Ishom) sebagai saksi ahli yang meringankan terdakwa Basuki Cahaya Pernama (Ahok), kembali tokoh NU lainnya, KH. Masdar Farid Mas’udi dihadirkan untuk tugas yang sama sebagai saksi ahli pihak Ahok pada sidang lanjutan dugaan penistaan agama yang dilakukan calon Gubernur petahana itu. Keduanya sama-sama menjabat sebagai Rais Syuriah PBNU periode 2015-2020. 

Pada sidang yang digelar di auditorium Kementerian Pertanian (Kementan), Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017). Kiai Masdar mengatakan Surat Al-Maidah ayat 51 tidak bisa dipisahkan dari surat Al-Mumtahanah ayat 8. Menurutnya, dua ayat itu harus dilihat secara holistik atau keseluruhan terkait kriteria pemimpin nonmuslim yang tidak boleh dipilih.

“(Surat Al-Mumtahanah ayat 8) bahwa yang tak boleh dipilih sebagai aulia adalah orang nonmuslim yang memerangi kamu dan mengusir kamu dari negeri kamu. Kalau sekadar beda agama, nggak ada masalah,” kata Kiai Masdar saat menjadi saksi ahli agama Islam. 

Kiai Masdar juga menjelaskan tentang pemahaman terhadap Surat Al-Maidah ayat 51. Menurutnya, umat Islam wajib menunjukkan Islam yang rahmatan lil alamin.



“Ayat itu sudah ada catatannya, jadi yang nggak boleh itu orang kafir yang mengusir kamu dari negerimu. Konsep rahmatan lil alamin itu jelas tidak boleh mendiskriminasi orang berdasarkan SARA. Kalau hanya memegang Al-Maidah 51 dan tidak memegang ayat lainnya, itu berarti mempercayai yang satu dan mengingkari yang lain,” Papar Kiai Masdar.

Tokoh yang menjabat Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu mengatakan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang sah dari pandangan Islam. “Karena tidak ada konsep negara yang secara spesifik dalam Islam, yang penting adalah adil,” lanjut dia.
Di hadapan wartawan Kiai yang sudah lama malang melintang di dunia pemikiran menegaskan bahwa Indonesia adalah negara bangsa sehingga tidak boleh diskriminatif atas nama agama atau sara.

“Ini negara bangsa bukan agama, jadi tidak boleh mendiskriminasi orang di ruang publik berdasarkan faktor premordial. Nanti kalau ada yang suku atau agamanya beda tidak boleh dipilih tidak boleh dipilih, rusak negeri ini”, tegas Kiai Masdar. 

Dalam pandangan Kiai Masdar, agama boleh menjadi rujukan tapi sebagai moralitas. 

Tidak Takut Dicemooh

Sebelumnya, Kiai Masdar mengaku keputusannya menjadi saksi ahli di pihak Ahok karena panggilan keadilan. Karenanya ia  tidak khawatir  dengan cemoohan yang akan dihadapi seperti yang dialami saksi dari pihak terdakwa sebelumnya Ahmad Ishomuddin di sidang Ahok ke 15 pekan lalu. Bahkan ia yakin dengan kehadirannya sebagai saksi meringankanlah kasus hukum terkait dugaan penistaan agama akan lebih adil pada keputusan Majelis Hakim nanti.
Menurut Kiai Masdar, sebagaimana dilansir dari Republika.co.id,  Jaksa tugasnya memang adalah memberatkan (sebagai tesa), maka sistem peradilan di mana pun memerlukan kehadiran peasihat hukum. “Tugasnya menggaris bawahi hal-hal obyektif yang meringankan (sebagai antitesa),” katanya. 

Baginya hanya dengan cara itu Hakim bisa menemukan keadilan sebagai sintesa atau keputusan akhir. Karena itu ia tidak khawatir akan apa yang akan terjadi, termasuk keterangannya di pengadilan nanti. “Jadi tiga pihak tersebut sama-sama pentingnya dalam penegakkan hukum yang berkeadilan. Gitu mas!,” terangnya.

About serambimata

Terus menulis

Posted on 30 Maret 2017, in Politik and tagged , , , , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: