Dari Pesantren untuk HUT Kemerdekaan Republik Indonesia

Serambimata.com – Sudah dua hari berlalu Ulang Tahun ke-7 Kemerdekaan RI ke-72 diperingati serentak di seluruh pelosok negeri. Upacara bendera sebagai salah satu ritual wajib di setiap hari kemerdekaan 17 Agustus digelar di berbagai tempat, mulai dari perkantoran, sekolah, pesantren, istana negara hingga di gunung-gunung, udara bahkan di laut. Bagi umat Islam, momen seperti ini tidak hanya menjadi momentum untuk mengenang jasa para pahlawan dalam meraih dan mempertahankan kemerdekaan tapi juga penting untuk penanaman cinta tanah air yang menjadi salah satu indikator keimanan seseorang, hubbul wathan minal iman. 

Yang menarik dan cukup menyita perhatian publik adalah bagaimana beberapa pesantren di nusantara sebagai lembaga pendidikan keislaman juga turut ambil bagian dalam setiap peringatan ulang tahun kemerdekaan Indonesia. Tak sedikit pesantren yang melaksanakan upacara bendera meskipun dengan cara dan busana unik sesuai dengan tradisi dan ciri khas di masing-masing pesantren. Sarung, jubah atau bahkan ada pula yang sudah mengenakan busana modern sesuai standart nasional pelaksanaan upacara bendera. 

Meskipun tidak tercatat  dalam sejarah, peran pesantren dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan tak bisa dihapus begitu saja. Para saksi dan pelaku sejarah telah dengan gamblang mengakui peran besar pesantren dan para Kiai dalam berjuang melawan dan mengusir penjajah. Resolusi jihad yang diserukan Rais Akbar KH. Hasyim As’ari bersama KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai ketua besar PBNU bersama para ulama lainnya pada tanggal 22 Oktober 1945 mampu mambakar semangat para Kiai dan kaum santri  untuk berjihad melawan Belanda dan sekutunya dalam mempertahankan tanah air dan bangsanya.

Bila saat ini pesantren baru terlihat turut ambil bagian dalam gebyar peringatan HUT ke-72 RI dengan upacara, zdikir atau kegiatan lainnya bukanlah sesuatu yang aneh dan terkesan mengada-ada. Sejarah telah mengungkap persaksian akan peran besar pesantren dan kaum santri dalam mempertahakan kemerdekaan RI. 
Sehingga tak berlebihan bila Panglima TNI Jenderal Gatot Normantyo pernah menyatakan bahwa tanpa Resolusi Jihad Santri, tidak ada Indonessia. “Tanpa Resolusi Jihad, tidak ada perlawanan heroik. Tanpa perlawanan heroik, tidak ada hari pahlawan. Jika tidak ada hari pahlawan kemungkinan besar tidak ada kemerdekaan Indonesia,” ujarnya saat memberikan orasi pada acara puncak Kirab Hari Santri Nasional, Kamis (22/10/2015), di Tugu Proklamasi, Jakarta.

Bahkan seorang tokoh Muhammadiyah, Din Syamsuddin dalam seminar pemikiran tentang KH. Hasyim Asy’ari di Gedung Nusantara V, Jakarta baru-baru ini dengan terbuka mengakui akan pengaruh dan arti penting resolusi jihad bagi nasib Indonesia pasca diproklamirkan kemerdekaan RI 72 tahun yang lalu. “Kalau tidak ada resolusi jihad dan gagal proklamasi maka negara Indonesia bisa tidak tumbuh sehat,” kata Din Syamsudin.

Resolusi jihad tak hanya bermakna sebagai pengukuhan kejiwaan bangsa yang saat itu baru menyatakan merdeka tapi juga sebuah momentum bersejarah dalam meneguhkan keagamaan dan kebangsaan. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, berjuang membela tanah air dan menumbuhkan jiwa patriotisme di kalangan santri adalah wujud kecintaan pada negara dan agama yang sesungguhnya. Itulah sebabnya, pesantren harus terus berada di garda terdepan dalam penanaman nilai-nilai kebangsaan selain penguatan nilai-nilai keagamaan yang menjadi karakternya. 

Seruan ini pulalah yang disampaikan Pengasuh keempat Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo, KHR Ahmad Azaim Ibrahimnya di hadapan ribuan santrinya pada upacara bendera memperingati HUT Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia. Cucu Pahlawan Nasional KHR Asad Syamsul Arifin itu mengingatkan agar di dalam jiwa santri tumbuh jiwa patriotisme membela tanah air. Karena bila sikap tersebut tertanam  berarti juga membela keberlangsungan pengamanan keagamaan. 

“Kita tidak mungkin dapat menjalankan syariat agama dengan aman dan tentram jika keadaan negara tidak aman. Yang diperjuangankan para syuhada bukan sekadar tanah tempat kita berpijak, namun juga tanah tempat kita beribadah. Maka keamanan, ketertiban, dan stabilitas buah hasil kemerdekaan merupakan karunia yang wajib kita syukuri bersama”, ujar Kiai Azaim yang bertindak sebagai inspektur upacara, Kamis (17/8/2017).

Peran kiai dan santri merupakan bagian penting dalam sejarah pembangunan bangsa dan negara Indonesia.  Resolusi Jihad yang menyerukan perlawanan terhadap Belanda yang hendak kembali menguasai Indonesia hanya beberapa saat setelah Indonesia menyatakan kemerdekannya, menjadi cikal bakal kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga saat ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pesantren menjadi motor dalam penanaman nilai-nilai patriotisme dalam mengisi kemerdekaan dan menjaga NKRI tanpa mengabaikan penguatan aspek keagamaan yang menjadi ciri khasnya.

Kiai dan kaum santri harus terus menyuarakan jihad bela negara sebagaimana seruan para Kiai dan santri terdahulu dalam mempertahankan kemerdekaan, meskipun sejarah negeri ini tidak pernah berkata jujur tentang peran Laskar santri yang terhimpun dalam Hizbullah maupun laskar kiai yang tergabung dalam Sabilillah, dalam berperang melawan penjajah saat itu.

Dirgahayu Republik Indonesia, Merdeka !.

Oleh Hans Muhammed

About serambimata

Terus menulis

Posted on 19 Agustus 2017, in Politik and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: