Majelis Dzikir Basmalah, Dakwah dan Dzikir Hingga Pesisir
Serambimta.com – Jum’at malam, 6 Oktober 2017, sekitar pukul 21.00 wib, akhirnya saya sampai di pantai Lebuk. Pantai yang ada di ujung utara desa Sumberejo. Tempat itu dipilih menjadi lokasi pelaksanaan Majelis Dzikir Basmalah (MDB) Sukorejo tahap dua bersama KHR Ahmad Azaim Ibrahimy. Di pantai yang bersebelahan dengan pabrik es milik Pesantren Sukorejo, saya bertemu dengan sahabat, saudara, senior dan yunior saya yang dilahirkan di desa yang sama, Sukorejo, Banyuputih, Situbondo.
Para putera Sukorejo dengan berbagai perbedaan latar belakang dan profesi mulai dari petani, pedagang, guru, karyawan, pegawai hingga dosen berbaur jadi satu dalam hiruk pikuk dan kesibukan mempersiapkan acara Dzikir Basmalah yang digelar 40 hari sekali dengan berpindah-pindah tempat. Ada yang menggelar tikar, memasak di dapur hingga menyiapkan rangkaian acara yang akan digelar.
Hampir setengah jam lamanya saya melepas kangen dan bercengkrama dengan sahabat-sahabat sambil menikmati aroma ikan teri, terrong bakar dan masakan ala santri lainnya yang sederhana apa adanya, sampai akhirnya acara dimulai dengan penyampaian informasi dari pengurus MDB dan dengar pendapat antara anggota seputar majelis yang baru berumur dua bulanan ini.
“Majelis Dzikir Basmalah lahir karena niat dan keinginan kami para pemuda Sukorejo untuk membuat sebuah majelis yang diharapkan dapat mempererat ikatan silaturrahim antar putera-putera Sukorejo tanpa membeda-bedakan status, jabatan ataupun strata sosial. Keinginan kami rupanya disambut baik dan didukung oleh Kiai Azaim. Lalu beliau menyarankan agar majelis ini diisi dengan Dzikir Basmalah dengan istiqomah, hingga akhirnya dinamai Majelis Dzikir Basmalah”, jelas Kholilurrahman salah satu penggagas didirikannya Majelis Dzikir Basmalah (MDB) Sukorejo.
Kendati begitu, ide pendirian MDB khusus putera-putera Sukorejo tak lantas begitu saja diterima oleh Kiai Azaim. Kiai muda penyusun Dzikir Basmalah itu mengajukan syarat sebelum MDB resmi dibentuk.
“Kiai Azaim menyetujui dan mendukung berdirinya Majelis ini tapi dengan satu syarat, kami harus siap menerima konsekuensi setelah keinginan kami terwujud. Beliau meminta agar setelah Mejelis Dzikir Basmalah berjalan, hubungan persaudaraan dan silaturrahmi antara putera Sukorejo harus makin baik dan kuat”, tambah pria yang akrab dipanggil Cak Lilo itu.
Di pesisir pantai lebuk, di bawah temaram lampu dan sinar rembulan, ratusan pemuda yang rapi duduk bersila terus berdiskusi dalam suasana hangat penuh keakraban. Debur ombak di kegelapan pantai menambah keasyikan di tengah gelak tawa persaudaraan. Sungguh suasana yang membahagiakan dapat berkumpul dengan sahabat, dan sanak saudara sambil menikmati dinginnya angin laut dan pantai.
Sekitar pukul 22.45 wib, ketika diskusi dan dengar pandapat antar jama’ah sampai di tahap kesimpulan, sosok yang ditunggu-tunggu, KHR Ahmad Azaim Ibrahimy akhirnya tiba dan langsung berbaur dengan para jamaah. Saya yang diminta sahabat-sahabat untuk memandu acara segera mengakhiri acara urun rembuk dan menyerahkan waktu sepenuhnya kepada cucu Pahlawan Nasional itu untuk menyampaikan pesan-pesan hikmah, dilanjutkan dengan pembacaan Zdikir Basmalah bersama-bersama, dialog dan do’a penutup sebagaimana random acara yang telah disiapkan.
Suasana mulai hening disaat Kiai muda kharismatik itu mulai menyampaikan sepatah dua patah kata dalam hikmah. Sementara para jamaah menyimak dalam kekhidmatan seakan tak mau ketinggalan sehurufpun dari kalimat-kalimat bijak sarat pesan yang disampaikan Kiai Azaim.
“Belajarlah dan jadilah huruf ba’ pada bismillah, jangan jadi alif pada bismillah. Ketika membaca bismillah yang dibaca justru ba’, bukan alif, meskipun yang di depan terdapat alif. Artena jek dek-mangadek, tape tak ebecah. Tak dek-mangadek tape e becah oleh Allah, Rasulullah, Kanjing Nabi dan para guru kita, itu yang lebih penting”, kata Kiai Azaim di salah satu bagian pesan-pesan hikmahnya.
Usai sejenak menyampaikan mauidhatul hasanah, Kiai Azaim langsung memimpin acara Zdikir Basmalah yang menjadi acara inti di acara yang digelar kedua kalinya setelah yang pertama dilaksanakan di Pendopo Pengasuh Pondok Pesantrentren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo sejak majelis ini didirikan. Lampu listrik yang terpasang dengan tiang bambu sederhana lalu dimatikan hingga yang tersisa hanya temaram sinar rembulan di kejauhan. Para jama’ah pun mulai tenggelam dalam kekhusu’uan dzikir yang yang dilantunkan sebelum akhirnya acara diakhiri dengan dialog dan do’a.
Usai acara, Kiai Azaim dan para jamaah dzikir tak lantas pulang. Masih ada acara makan bersama dengan beralaskan lembar daun pisang yang menjadi ciri khas jama’ah dzikir basmalah ini. Menu sederhana ala santri hasil racikan sendiri makin merekatkan ikatan persaudaraan dalam keindahan kebersamaan tanpa sekat dan perbedaan. Kiai Azaim pun bahkan tak sungkan membaur menikmati menu makan malam pada lembar daun pisang yang terbentang memanjang.
Jarum jam mulai mendekati pukul 01.00 dini hari, sebagaian kawan-kawan jamaah MDB mulai meninggalkan tempat, sedangkan sebagian lainnya sibuk berkemas, saya pun berpamitan kepada teman-teman satu tanah kelahira, tak lupa juga kepada Kiai Azaim yang tengah asyik bertadabbur dengan dengan pasir dan lautan. Dalam perjalanan pulang, saya terus ikuti roda motor berputar, meyusuri jalan Sukorejo – Situbondo sambil terus mencerna pesan-pesan dakwah sang guru yang menyejukkan, keindahaan kebersamaan, kearifan serta kebersahajaan dalam kekuatan dzikir di hamparan padang pasir. (hans).
Posted on 8 Oktober 2017, in Sosial and tagged Ahmad Azaim Ibrahimy, dakwah Kiai Azaim, Kiai Azaim, Majelia Dzikir Basmalah, MDB, sukorejo. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.
Tinggalkan komentar
Comments 0