Wahabi Ngotot Do’a untuk Mayit Tak Pernah Sampai, Ini Penyebabnya

Serambimata.com –  Bukan wahabi namanya kalau berhenti menyalah-nyalahkan ibadah umat Islam lainnya.  Tak hanya  menyalahkan bahkan sekte ini berani membit’ahkan hingga mensyirikkan. Padahal setelah ditelusuri, sikap mereka tidak lebih disebabkan karena minimnya referensi mereka dalam menghukumi dan menghakimi suatu ibadah atau amaliah tertentu. 

Parahnya lagi, aliran yang lebih dikenal dengan Salafi wahabi ini kerap kali memotong dalil dan menyembunyikan penjelasan/makna sebenarnya dari dalil tersebut. Tidak berhenti sampai disitu, potongan-potongan dalil tersebut ditampilkan di situs-situs mereka sehingga terkesan banyak media yang mendukung pemikiran keagamaan mereka. 

Akibatnya, masyarakat awam terutama pemuda yang ghirah keislamannya sedang menggelora, sementara dasar keagamaannya mesih belum kuat langsung saja percaya dan turut menyebarkannya di sosial media. Bahkan tak jarang langsung ikut-ikutan menghujat dan menyalahkan. 

Dalam hal berdo’a untuk orang mati misalnya. Kelompok Salafi Wahabi begitu saja mencomot Syarah Shahih milik Imam Nawawi yang dengan mengugkap bahwa Imam Syafii mengatakan amalan membaca Al Qur’an itu tidak sampai pahalanya kepada si mayyit (seperti nampak dalam foto), tanpa menampilkan pendapat Imam Nawawi yang lain seperti berikut ini :

Berkata Imam an-Nawawi asy-Syafi’i rahimahullah:

فالاختيار أن يقول القارئ بعد فراغه: اللهمّ أوصلْ ثوابَ ما قرأته إلى فلانٍ؛ والله أعلم

“Dan yang dipilih (qaul mukhtar) agar berdo’a setelah pembacaan al-Qur’an : “ya Allah sampaikan (kepada Fulan) pahala apa yang telah aku baca”, wallahu a’lam”.[8] Lihat : al-Adzkar lil-Imam an-Nawawi [293]

“dan pendapat yang dipilih (qaul mukhtar) adalah do’a tersebut sampai dengan catatan memohon kepada Allah menyampaikan pahala bacaannya, dan selayaknya melanggengkannya karena sesungguhnya ini do’a. Karena apabila boleh berdo’a untuk orang mati dengan hal-hal yang tidak diperuntukkan bagi yang berdo’a, maka bagi mayit kebolehan hal tersebut lebih afdhal atau utama. Pengertian semacam ini tidak hanya khusus pada pembacaan al-Qur’an saja, tapi juga do’a bahkan pada seluruh amal-amal lainnya.

Ulama telah sepakat bahwa membaca al Qur’an, berdoa dan amal lainnya untuk orang mati bermanfaat bagi orang yang sudah mati maupun orang masih hidup, baik dekat maupun jauh, baik dengan wasiat atau tanpa wasiat”. [9]Lihat : al-Majmu’ syarah al-Muhadzdzab lil-Imam an-Nawawi [15/522].

Lalu, bagaimana yang dimaksudh Ucapan Imam Syafi’i bahwa amalan baca Al Qur’an itu tidak sampai kepada mayyit ?
Jawabannya,  kata  “tidak sampai” pada redaksi tersebut ada yaitu ketika si pembaca tidak meniatkan pahala baca’annya untuk si Mayit dan tidak berdo’a memohon kepada Allah agar pahalanya disampaikan disampaikan kepada si mayit. 

Namun apabila berdo’a dengan redaksi seperti ini “ya Allah sampaikanlah pahala bacaan ini untuk almarhumah… Atau dengam redaksi lainnya yang sama substansinya” maka tidak ada satupun yang dapat membatasi Allah dalam mengabulkan sebuah doa.
Sehingga makin jelas, bahwa ada redaksi yang entah disengaja dipotong atau memang ketidak mampuannya menjangkau dalil-dalil lainnya yang saling menjelaskan dan menguatkan.  

Ulama Syafi’iyah lainnya pun seperti Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari dalam dalam Fathul Wahab mengatakan : “Adapun pembacaan al-Qur’an, dalam syarah Muslim Imam an-Nawawi mengatakan bahwa dari madzhab Asy-Syafi’i telah masyhur akan pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit. Dan apa yang dikatakan sebagai qaul masyhur (ucapan Imam Syafii) mengandung pengertian bacaan Al Qur’an tersebut sampai atau tidak tergantung apakah meniatkan pahala bacaannya untuk si mayit atau tidak meniatkannya serta tidak mendo’akannya.

Syaikhu Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa doa pada mayit atau orang yang mati itu sampai dan bermanfaat. Siapa yang mengingkarinya maka ia adalah ahli bid’ah. Nukilannya sebagai berikut.

Ada pertanyaan dalam Majmu’ Al-Fatawa, bagaimana dengan ayat,
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إلَّا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39). Bagaimana pula dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلَّا مِنْ ثَلَاثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang shalih” (HR. Muslim no. 1631)

Apakah itu berarti amalan kebaikan apa pun tidak sampai pada mayit?

Ibnu Taimiyah menjawab,
لَيْسَ فِي الْآيَةِ وَلَا فِي الْحَدِيثِ أَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَنْتَفِعُ بِدُعَاءِ الْخَلْقِ لَهُ وَبِمَا يُعْمَلُ عَنْهُ مِنْ الْبِرِّ بَلْ أَئِمَّةُ الْإِسْلَامِ مُتَّفِقُونَ عَلَى انْتِفَاعِ الْمَيِّتِ بِذَلِكَ وَهَذَا مِمَّا يُعْلَمُ بِالِاضْطِرَارِ مِنْ دِينِ الْإِسْلَامِ وَقَدْ دَلَّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالْإِجْمَاعُ فَمَنْ خَالَفَ ذَلِكَ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ
“Tidak ada dalam ayat atau hadits yang dimaksud yang menunjukkan bahwa mayit tidak mendapatkan manfaat dengan doa yang lain untuknya, begitu pula dengan amalan kebaikan yang lain untuknya. Bahkan kaum muslimin sepakat akan manfaatnya doa dan amalan kebaikan untuk mayit. Hal ini sudah diketahui secara pasti. Dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijma’ (kesepakatan para ulama) telah mendukung hal ini. Siapa yang menyelisihi pendapat tersebut, maka ia adalah AHLUL BID’AH.” (Majmu’ Al-Fatawa, 24: 306)

Bacaan Al Quran untuk Orang Mati. 

Bagaimana dengan bacaan Al-Qur’an, apakah sampai pada mayit ataukah bermanfaat bagi yang sudah mati?

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa untuk bacaan Al-Qur’an apakah sampai atau tidak, para ulama berselisih pendapat. Ibnu Taimiyah berkata,
وَالْأَئِمَّةُ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الصَّدَقَةَ تَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ وَكَذَلِكَ الْعِبَادَاتُ الْمَالِيَّةُ : كَالْعِتْقِ . وَإِنَّمَا تَنَازَعُوا فِي الْعِبَادَاتِ الْبَدَنِيَّةِ : كَالصَّلَاةِ وَالصِّيَامِ وَالْقِرَاءَةِ
“Para ulama sepakat bahwa sedekah pada mayit itu sampai, begitu pula ibadah maliyah (yang terkait dengan harta) seperti memerdekakan budak. Para ulama berselisih pendapat dalam amalan badaniyah (yang terkait dengan amalan badan) seperti shalat, puasa dan bacaan Al-Qur’an apakah sampai atau tidak pada mayit.” (Majmu’ Al-Fatawa, 24: 308)

Ibnu Taimiyah juga mengatakan,
لَمْ يَقُلْ : إنَّهُ لَمْ يَنْتَفِعْ بِعَمَلِ غَيْرِهِ . فَإِذَا دَعَا لَهُ وَلَدُهُ كَانَ هَذَا مِنْ عَمَلِهِ الَّذِي لَمْ يَنْقَطِعْ وَإِذَا دَعَا لَهُ غَيْرُهُ لَمْ يَكُنْ مِنْ عَمَلِهِ لَكِنَّهُ يَنْتَفِعُ بِهِ
“Dalam hadits tidak disebutkan bahwa amalan orang lain tidak bermanfaat bagi orang yang telah mati. Jika anak mendo’akan orang tuanya, maka itu bagian dari amalan (usaha) orang tua yang telah tiada. Sedangkan jika orang lain mendoakan orang mati, itu pun tetap manfaat walau tidak termasuk usaha orang mati itu sendiri. ” (Majmu’ Al-Fatawa, 24: 312)

Marilah kita belajar Islam lebih dalam lagi dengan ilmu-ilmu  lainnya yang dapat membantu menyelamatkan kita pada kesesatan dan kedangkalan berpikir  sehingga tidak mudah menyalahkan ibadah dan amaliah yang lain sementara secara membabi buta meyakini kebenaran yang diperolehnya dengan cara-cara yang tak dapat dibenarkan dari sisi keilmuan. 

About serambimata

Terus menulis

Posted on 12 Oktober 2017, in Agama and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: