Bahaya! Radikalisme Sudah Masuk ke Sekolah Lewat Guru


Serambimata.com – Salah satu alasan para orang tua menitipkan anaknya ke Sekolah karena mereka menganggap Sekolah adalah tempat yang paling aman sebagai benteng dari berbagai gangguan yang dapat mempengaruhi bahkan merusak kejiwaan dan mental siswa. Tapi bagaimana ketika lembaga pendidikan atau sekolah justru menjadi sumber bagi munculnya berbagai bentuk teror, mulai kekerasan, kejahatan hingga radikalisme.

 
Yang membuat miris, ketika guru yang seharusnya berada di garda terdepan di dalam memberikan pencerahan dan jaminan keselamatan justru menjadi biang bagi runtuhnya moral karena ajaran-ajaran dan doktrin yang menyesatkan. 

Indikasi itu terang terlihat diwali oleh terungkapnya buku pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang memuat materi yang mengandung pesan kekerasan atau radikalisme. Disusul kemudian dengan ditemukannya pesantren yang terang-terangan mendoktrin santrinya dengan semangat anti nasionalisme, pancasila dan ajaran makar pada NKRI. 

Yang terbaru, temuan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) yang menyebut ajaran radikal sudah masuk ke ruang-ruang kelas melalui guru. 
“Pengalaman dari apa yang terlaporkan di Komnas Perlindungan Anak, itu anak-anak yang di ruang kelas dalam proses belajar mengajar itu ditanamkan paham-paham itu,” kata Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait dikutip dari kompas.com, Jumat (03/10/2017).  

Karenanya, Komnas PA berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengawasan. Harapan tersebut disampaikan Arist dalam diskusi publik dengan tema “Penanganan Anak Dalam Countering Violent Extremism (CVE)” di The Habibie Center, di Kemang Selatan, Jakarta, Jumat (3/11/2017).

Ironisnya, yang menanamkan paham radikal itu menurutnya adalah guru. Hal tersebut misalnya seperti yang diduga terjadi di sebuah sekolah berbasi agama di Bogor.

Anak-anak di sekolah berbasis agama di Bogor itu ditanamkan nilai-nilai kebencian. Dia juga menyinggung adanya sekolah yang mulai abai untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila atau menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Arist menyarankan Kemendibud untuk memperhatikan proses rekrutmen guru, termasuk perlunya pengajaran-pengajaran yang diberikan guru di sekolah.
“Kurikulum pengajaran-pengajaran yang di sekolah itu juga harus ada pengawasan. Jadi fungsi pengawasan itu Menteri Pendidikan bisa menguatkan komite sekolah,” ujar Arist, saat dimintai tanggapan lagi usai diskusi.

Komite Sekolah, menurutnya, bisa bersama-sama orangtua murid dalam melakukan pengawasan di sekolah, baik di sekolah yang berlatar belakang agama dan non-agama, negeri dan non-negeri.

Jika ada oknum guru yang menanamkan paham radikal, perlu ada sanksi yang tegas, bahkan sampai pidana. Ia berharap sanksi itu nantinya bisa diakomodir dalam RUU Anti-terorisme.

About serambimata

Terus menulis

Posted on 5 November 2017, in Pendidikan and tagged , , , , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: