​Pidato Lengkap Ketum PBNU pada Pembukaan Munas dan Konbes NU 2017

Serambimata.com – Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU) 2017 yang digelar di Nusa Tenggara Barat, 23-25 November akhirnya dimulai. Perhelatan akbar bagi warga NU tersebut  dibuka langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo.  Prosesi pembukaan ditandai dengan pemukulan beduk di atas panggung secara serentak bersama Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj, Mustasyar PBNU KH Maimoen Zubair, Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Wakil Ketua Panitia Robikin Emhas, dan Ketua PWNU NTB TGH Taqiuddin Manshur. 

Forum tertinggi kedua di NU setelah Muktamar itu mengusung tema “Menguatkan Nilai-nilai Kebangsaan melalui Gerakan Deradikalisasi dan Penguatan Ekonomi Warga”. Tema ini dipilih atas dasar kegelisahan NU terhadap perkembangan kondisi terkini di Tanah Air. Tema ini ditegaskan kembali oleh ketua umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj yang disampaikannya dalam pidato sambutan bebeberapa saat sebelum Munas dibuka secara resmi. Berikut sambutan lengkap Kiai Said. 

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Yth. Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. H. Joko Widodo beserta para Menteri Kabinet Kerja;

Para Pimpinan Lembaga Negara, para Duta Besar dari negara sahabat, para pejabat TNI/Polri; para pimpinan Partai Politik, para Gubernur, Bupati dan Wali Kota; 

Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) beserta seluruh jajaran Pengurus Syuriyah, Pengurus Tanfidziyah PBNU beserta Ketua Lembaga, Badan Otonom dan Badan Khusus di lingkungan NU, para Pengurus Wilayah NU seluruhIndonesia, serta para Pengasuh Pondok Pesantren seluruh Indonesia;
Hadirin, Hadirat Tamu Undangan yang berbahagia,

Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama Tahun 2017 (Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2017) kali ini mengambil tema “Menguatkan Nilai-Nilai Kebangsaan Melalui Gerakan Deradikalisasi dan Penguatan Ekonomi Warga.” Pemilihan tema ini dilandasi oleh situasi kebangsaan kita yang diwarnai gejala erosi nasionalisme akibat berseminya ideologi fundamentalisme agama yang memupuk radikalisme serta dominasi ideologi fundamentalisme pasar yang memproduksi ketimpangan dan frsutrasi sosial.

Dalam situasi ekonomi di mana yang kuat memangsa yang lemah, sindrom kalah dan tersingkir akan memicu radikalisme dan amuk sosial yang bisa dibungkus dengan jargon-jargon agama. Selain faktor paham keagamaan, deprivasi sosial-ekonomi jelas berperan penting di dalam tumbuhnya radikalisme. 

Dalam kaitan ini, PBNU mengapresiasi dan mendukung pengesahan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagai ikhtiar mengatasi radikalisme, tetapi upaya deradikalisasi harus berjalan seiring dengan ikhtiar Pemerintah meningkatkan kesejahteraan sosial melalui penyediaan lapangan kerja yang luas, menekan kesenjangan dan mendorong pemerataan, memperbanyak pelayanan dan fungsi jaminan sosial, serta menggalakkan program pembangunan ekonomi inklusif.     

PBNU mendukung upaya-upaya Pemerintah menekan ketimpangan dengan pembangunan infrastruktur yang massif di berbagai daerah, menjalankan restrukturisasi agraria melalui program legalisasi aset (sertifikasi) dan redistribusi lahan, serta meningkatkan basis penerimaan pajak dari kalangan kaya dan pemilik uang. Upaya deradikalisasi melalui jalur politik kekuasaan dengan mencegah radikalisme dan menindak para pelaku teror harus simultan dengan jalur redistribusi kesejahteraan melalui program-program pembangunan ekonomi inklusif.

Hal ini agar NKRI berdasarkan Pancasila semakin bersatu dan terhubung bukan hanya raganya tetapi juga jiwanya, bukan hanya politiknya tetapi juga ekonominya, bukan hanya teritorinya tetapi juga pembangunannnya. Dalam Negara KesatuanRepublik Indonesia (NKRI) yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, Islam menjadi kekuatan integratif bukan disintegratif. Islam bersenyawa dengan nasionalisme, bukan Islam yang subversif terhadap NKRI dan ingin menggantikannya dengan Khilâfah. Inilah pokok gagasan Islam Nusantara menuju Indonesia bersatu, adil, dan makmur.

PBNU mengapresiasi Presiden Jokowi yang mengakui jasa dan saham santri dalam berdiri dan tegaknya NKRI dengan menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri. Santri dan pesantren telah terbukti dan teruji dalam perjuangan nasional dengan mengusung slogan حب الوطن من الإيمان (nasionalisme bagian dari iman). Sebelum menggelorakan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, kaum santri telah menetapkan Nusantara sebagai Dârus Salâmpada tahun 1936, yang mendasari legitimasi fikih bagi berdirinya NKRI berdasarkan Pancasila pada 1945. Pada 1953, kaum santri menggelari Presiden Indonesia sebagai Waliyyul Amri ad-Dlarûri bis Syaukah, pemimpin sah yang harus ditaati, karena itu pemberontakan  DI/TII berarti bughat yang harus diperangi. Tahun 1965, kaum santri berdiri di garda depan menghadapi rongrongan ideologi komunisme. Tahun 1983/84, kaum santri memelopori penerimaan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan berbangsa-bernegara dan menyatakan NKRI final sebagai konsensus nasional (mu’âhadah wathaniyyah). 

PBNU juga mengapresiasi Presiden Jokowi yang membatalkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 23 Tahun 2017 yang mengatur waktu sekolah 5 hari dalam seminggu atau 8 jam dalam sehari dengan Peraturan Presiden (Perpres)No. 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Ini menunjukkan Presiden Jokowi dan Pemerintah peduli terhadap nasib serta masa depan Pesantren dan Madrasah Diniyah yang telah terbukti mencetak kader-kader santri nasionalis. Alangkah berbahaginya jika Presiden berkenan mengangkat Menteri urusan pesantren dan bersama Dewan Perwakilam Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan RancanganUndang-Undang (RUU) Pesantren dan Lembaga Pendidikan Keagamaan. 

Presiden, Rais ‘Aam, para Tamu Undangan, dan hadirin-hadirat yang berbahagia,

Munas Alim Ulam dan Konbes NU 2017 di NTB kali ini akan membahas sejumlah masalah penting yang diklasifikasi dalam 3 (tiga) bagian: Masâil Wâ qi’iyah (mencakup masalah penggunaan frekuensi publik, investasi dana haji, izin usaha bepotensi mafsadah, melontar jumrah ayyamut tasyriq qablal fajri, status anak dan hak anak lahir di luar perkawinan); Masâil Maudlûiyah (mencakup konsep fiqh penyandang disabilitas, konsep taqrîr jamâ’i, konsep ilhâqul masâil bi nazhâirihâ, ujaran kebencian (hate speech), konsep amil dalam negara modern menurut pandangan fiqh, dan konsep distribusi lahan/aset;sertaMasûil DîniyahQanûniyah(mencakup RUULembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren, Regulasi Penggunaan Frekuensi, RUU Komunikasi Publik, RUUKUHP, RUUEtika Penyelenggara Negara, Regulasi tentang Penguasaan Lahan, RUULarangan Minuman Beralkohol, dan RUUAnti Terorisme).

Presiden, Rais ‘Aam, para Tamu Undangan, dan hadirin-hadirat yang berbahagia,

Demikian dan mohon berkenan Bapak Presiden memberi sambutan sekaligus membuka Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2017 di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Lombok, 23 November 2017
Ketua Umum PBNU 

Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA
.

Sumber: NU Online

About serambimata

Terus menulis

Posted on 24 November 2017, in Tak Berkategori and tagged , , , , , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: