MUI Hingga Tokoh NU Papua Ramai-ramai Kecam Puisi Sukmawati
Serambimata.com – Putri Proklamator Bung Karno, Sukmawati tiba-tiba menjadi sosok yang paling disorot beberapa hari terakhir ini. Bukan karena prestasinya atau karena keberanian dan ketegasannya sebagaimana yang pernah ditunjukkan Bapaknya dahulu. Tapi karena puisi kontroversialnya yang ia bacakan pada “Indonesian Fashion Week” menyambut 29 tahun karya Anne Avantie, Rabu (28/03).
Puisi tersebut dinilai telah menyakiti umat Islam karena berbau Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA). Bagaimana tidak, di dalam puisi yang diberi judul “Ibu Indonesia” itu, Sukmawati menulis bahwa sari konde ibu Indonesia sangatlah indah dan lebih cantik dari cadar. Tidak cukup sampai disitu, ia juga mengatakan kidung ibu lebih merdu dari suara adzan.
Kontan saja, puisi tersebut memicu reaksi keras dari berbagai pihak, salah satunya dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat. Melalui Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Cholil Nafis mengatakan bahwa penyataan Sukmawati yang mengaku tak mengerti tentang syariat Islam dipandang sebagai kecelakaan.
“Tak mengerti syariat Islam bagi pemula itu keniscayaan, tapi bangga dengan tak paham syari’ah bagi muslimah adalah ‘kecelakan’. Syariah itu sumber ajaran Islam yang wajib diketahui oleh pemeluknya. Syariah itu original dari Allah SWT,” ujar Kiai Cholil sebagai dikutip Republika.co.id , Selasa (3/4).
Dalam pusinya, Sukmawati juga mengungkapkan bahwa sari konde ibu Indonesia sangatlah indah dan lebih cantik dari cadar. Padahal, menurut Kiai Cholil, cadar itu produk fikih dari ijtihad ulama yang meyakini sebagai syariah berdasarkan dalil Alqur’an Surat an-Nur ayat 31, khususnya menurut pendapat Ibnu Mas’ud.
“Walaupun ulama yang tak mewajibkan cadar, namun tak soal keindahan semata karena juga soal kepatuhan kepada Allah SWT,” ucapnya.
Tidak hanya soal cadar, Sukmawati dalam puisinya juga menyinggung soal azan. Kiai Cholil pun menjelaskan bahwa azan itu syi’ar Islam untuk memberitahu dan memangil untuk mendirikan shalat.
“Azan bukan sekadar soal merdu suara muazinnya dikuping, tapi bagi muslim Azan itu menembus hati karena berisi keaguangan Allah, syahadat dan ajakan untuk meraih kebahagiaan,” kata Pengasuh Ponpes Cendikia Amanah Depok ini.
Kiai Cholil menambahkan, nusantara sangat kaya akan budaya dan nilai, sehingga menilai keindahan tidak boleh merendahkan yang lain. Menurut dia, tak elok jika seorang putri pendiri bangsa menyinggung yang lain untuk membangun kerukunan umat beragama.
“Cadar dan azan menyangkut keyakinan bukan soal keindahan, meskipun keduanya itu tak saling bertentangan. Tak layak membandingkan sesuatu yang memang tidak untuk dibandingkan apalagi wilayah subjektif individu dan pelantunnya. Mana kebinekaannya itu yang didengungkan,” ungkap Kiai asal Madura ini.
Tokoh NU Papua Kutuk Sukmawati
Tak ketingglan, tokoh Nahdlatul Ulama Papua sekaligus Ketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua, KH Saiful Islam Payage mengutuk puisi ‘Ibu Indonesia’ yang ditulis Putri Proklamator Bung Karno, Sukmawati. Pasalnya, dalam puisi tersebut dianggap berbau Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA).
“MUI Papua mengutuk keras atas puisi yang provokatif Sukmawati,” ujar Kiai Saiful kepada Republika.co.id, Senin (2/4).
Karena itu, Ulama asli Papua ini pun mendorong agar MUI Pusat mengambil langkah hukum untuk menindaklanjuti puisi Sukmawati tersebut, karena dalam puisinya menyinggung tentang syariat Islam. “Mendorong MUI Pusat untuk mengambil proses hukum di Indonesia,” ucapnya.
Kiai Saiful menuturkan, masalah-masalah syariat Islam yang sudah ditetapkan oleh Allah tidak bisa dihalang-halangi oleh siapapun karena syariat itu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam ajaran Islam. Karena itu, menurut dia, Indonesia dan agama Islam itu tidak bisa dilepaskan.
“Agama dan negara itu sudah clear, sudah selesai, bahwa kita bangsa Indonesia mempunyai dasar Pancasila. Sila yang pertama itu ketuhanan yang maha esa,” katanya.
Artinya, lanjut dia, orang Indonesia itu tidak boleh ateis atau pun komunis dan menganut paham yang tidak mengakui adanya tuhan ng esa. Selain itu, menurut dia, masyarakat juga tidak perlu lagi mempermasalahkan hal-hal yang sifatnya berbau formalitas agama.
“Sekarang itu bagaimana kita kita berpikir bagaimana mamajukan bangsa Indonesia ini dhahir dan batin,” jelasnya.
Tidak hanya itu, beberapa pihak bahkan menuntut agar diselesai secara hukum agar tidak menimbulkan kegaduhan dan keresahan dan di manfaatkan pihak lain. Upaya itu salah satunya akan dilakukan PWNU Jawa Timur.
Kendati demikian, PWNU Jatim nelalui ketuanya KH. Mutawakkil Alallag meminta masyarakat tetap tenang dan tidak perlu menanggapi secara emosional yang justru bisa berakibat pada rusaknya ketertiban apalagi tahun ini adalah tahun demokrasi.
PWNU Jatim sangat menyayangkan puisi Sukmawati Sukarnoputri, karena substansinya tidak menghormati Islam dan mengusik keberamaaan di Indonesia. Menurut Kiai Mutawakkil puisi Sukmawati jelas jelas menabrakkan nilai-nilai agama seperti azan, jilbab dengan budaya Jawa.
“Substansi puisinya sangat bertentangan dengan sikap Bung Karno, ayahnya yang sangat menghormati agama dan menghormati kiai. Hal itu dibuktikan dalam sejarah Bung Karno yang selalu konsultasi dengan kiai termasuk dengan KH Hasyim Asyari dalam segala hal,” ungkap Kiai Mutawakkil.
Pengasuh Ponpes Zainul Hasan Genggong Probolinggo itu menambahkan, seharusnya jika Sukma tidak mengerti agama jangan malu bertanya kepada kiai atau ulama. Dengan begitu pemahamannya terhadap agama menjadi benar, sebagaimana Bung Karno.
Posted on 3 April 2018, in Politik and tagged MUI, payage, Penistaan Agama, puisi sukmawati, PWNU Jawa Timur, sukmawati, sukmawati soekarno puteri. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.
Tinggalkan komentar
Comments 0