Demi Menjaga Hubungan Baik, Kiai Azaim Memilih Netral dalam Pilihan Politik
Serambimata.com – Memasuki tahun politik, banyak yang penasaran akan sikap politik Kiai muda yang satu ini. Pasalnya hingga kini sosok yang mengasuh belasan ribu santri ini belum mengeluarkan sikap apapun terkait pilihan politik menghadapi pilkada serentak maupun pilpres 2019 meskipun sebagian masyarakat masih terus menunggu keberpihakan politiknya.
Kendati begitu, tak sedikit pula masyarakat, santri, alumni dan simpatisan Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo yang diasuhnya yang mendukung sikap diamnya sejauh ini. Sikap tersebut dinilai yang terbaik di tengah hiruk pikuk politik dan meningkatnya tensi dukung-dukung dan berebut simpati. Lalu, bagaimana sebenarnya sikap Kiai Azaim di tahun politik ini?
Dikutip dari situs resmi Pesantren Sukorejo, Sukorejo.com, pada acara Pra Musyawarah Besar (Mubes) Pengurus Pusat IKSASS di Kalibaru Banyuwangi beberapa waktu lalu, Kiai Azaim menyatakan bahwa dirinya memilih sikap netral dalam pilihan politiknya, untuk menjaga keutuhan keluarga besar Pondok Sukorejo. Bagi Kiai Azaim menjaga keutuhan tersebut lebih penting artinya, untuk perkembangan Pondok Pesantren Sukorejo. Karena sikap kenetralan tersebut, ia rela dicap oleh orang yang tidak menyukainya, sebagai “pemimpin yang abu-abu dan tidak jelas”.
Sikap itu kemudian dipertegas kembali oleh Kiai Azaim di hadapan para ketua kamar dan umana’ Ma’had Sukorejo, Kamis (05/04/2018). Saat itu cucu Pahlawan Nasional Kiai As’ad itu mewanti-wanti agar hubungan antara guru dan murid tidak rusak hanya gara-gara beda pilihan politik.
“Kita harus selalu menghormati, menjunjung tinggi, dan menjaga keutuhan guru-guru kita. Jangan sampai gara-gara beda pilihan politik, hubungan kita menjadi retak dengan mereka. Menjaga keutuhan ahlul bait Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo sangat penting. Jangan sampai gara-gara hajatan lima tahunan jalinan keguruan yang sudah terbina puluhan tahun menjadi retak dan terpecah belah”, harapnya.
Kiai Azaim mengharap agar para ketua kamar dan umana’ menjaga keutuhan dan persatuan tersebut. Selain itu juga berdoa, “Ya Allah sembunyikanlah aib kekurangan guruku dari (penilaian) ku dan jangan Engkau hilangkan keberkahan ilmunya dariku,”
Pada rapat bulanan tersebut, Kiai Azaim juga mengatakan, segala fitnah terhadap umana’ ma’had merupakan ujian bagi militansi mereka. Karena itu ia mengingatkan agar sesama umana’ ma’had saling menguatkan bukan malah membesar-besarkan api fitnah tersebut. “Padamkan dengan doa,” imbuhnya.
Kiai Azaim menganjurkan agar membaca doa:
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلاَمِ وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ مِنْهَا وَمَابَطَنَ
“Ya Allah,satukanlah hati kami dan perbaikilah hubungan kami, tunjukkanlah kami jalan-jalan keselamatan dan selamatkanlah kami dari jalan kegelapan kepada jalan yang terang dan jauhkanlah kami dari keburukan apa-apa yang nampak ataupun yang tidak tampak.”
Sikap cucu Pahlawan Nasional Kiai Asad itu juga pernah ditempuh kiai-kiai Sukorejo lainnya. Abdurrahman Wahid, dalam buku “Kiai Nyentrik Membela Pemerintah” menggambarkan dengan cukup apik tentang problem kepemimpinan, termasuk kepemimpinan kiai. Menurut Gus Dur, pemimpin itu harus mempunyai “keberanian moral” untuk ditinggal umatnya. Pada suatu saat, seorang pemimpin harus rela dicerca dan ditinggal umatnya, karena jalan yang ditempuhnya berbeda dengan mereka. Seorang pemimpin, karena jalan yang ditempuh diyakini kebenarannya, harus mempunyai “keberanian moral” untuk berseberangan, dicacimaki, dimusuhi, dan ditinggal para pendukungnya. Hampir semua pemimpin pasti mengalami problem itu.
(Sumber: Sukorejo.com)
Posted on 18 April 2018, in Politik and tagged Ahmad Azaim Ibrahimy, Azaim Ibrahimy, dakwah Kiai Azaim, Pesantren Sukorejo, politik Kiai Azaim, sikap politik kiai Azaim. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.
Tinggalkan komentar
Comments 0