Lagi, Seorang Guru Dianiaya Keluarga Muridnya Karena Melerai Saat Berkelahi

image

Serambimata.com – Entah sampai kapan kejadian seperti ini terus terulang. Profesi guru makin tak dihargai. Setelah kejadian seorang guru mendapat balasan dicukur rambutnya karena mencukur rambut anaknya, guru BK yang nyaris dikeroyok siswanya karena menghalau agar tidak bolos, kini kembali terulang, seorang guru dikeroyok hingga babak belur oleh keluarga siswa yang tidak terima ponakannya mendapat sanksi dari sang guru.

Guru yang bernasib sial itu bernama Warsito (43), guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) Desa SP3 Temuansari Kecamatan Muarakelingi dikeroyok oleh dua kakak beradik, Suwandi (24) dan kakaknya Suhardi (30).

Pengeroyokan yang terjadi Sabtu, 5 Maret lalu, sekitar pukul 08.00 WIB itu dipicu karena keponakan pelaku, Harza (7), siswa kelas I disuruh pulang oleh gurunya, karena berkelahi dengan teman sekolahnya.

Seperti dikansir Tribunnews, aksi pengeroyokan berawal ketika kedua‎ pelaku yang hendak pergi ke kebun melihat keponakannya menangis.

Di hadapan kedua pamannya itu, Harza yang masih kelas 1 mengadu telah disuruh pulang ‎oleh guru kelasnya, Warsito.

Mengira keponakannya pulang sambil menangis, akibat diusir oleh guru kelasnya, Suwandi dan Suhardi tidak terima dan lansung bergegas mendatangi SDN Temuan Sari.

Sesampainya di sekolah, Suwandi diduga langsung memukul kepala dan wajah Warsito, berulang kali. Melihat adiknya memukul sang guru, Suhardin pun ikut memukul wajah dan kepala korban.

Yang paling memprihatinkan, aksi pemukulan itu terjadi didalam kelas dan dilakukan dihadapan murid-murid. Bahkan aksi penganiaan itu berlangsung sekitar 20 menit, hingga korban pingsan.

Korban sendiri tidak berani melawan, karena takut dengan kedua pelaku yang dikenal memiliki keluarga besar di desa setempat.

Saat aksi pemukulan terjadi, rekan kerja korban Maesaroh dan ibu Kurnaini sudah berusaha untuk melerai, namun tidak dipedulikan oleh kedua pelaku.

Melihat kondisi korban sudah tidak berdaya, Kurnaini memanggil suaminya, ‎yang merupakan kepala desa (Kades) Temuansari.

Sayangnya, saat Kades datang, korban sudah pingsan. Sementara pelaku kemudian kabur dari lokasi. Sementara sang Guru naas langsung dibawa ke klinik terdekat untuk mendapat perawatan.

Akibat pengeroyokan tersebut, korban mengalami luka bengkak di rahang dan kepala, kesehatan terganggu dan pusing pusing, korban juga mengalami tekanan mental dan ketakutan.

Atas saran keluarganya, korban kemudian melapor melalui telepon ke Polsek Muarakelingi, karena kondisinya masih dirawat dan tidak memungkinkan untuk datang ke Polsek.

Sementara itu kapolsek Muarakelingi ketika dikonfirmasi menjelaskan” bahwa laporan keluarga korban sudah terima dan lanfsung dilakukan pemeriksaan terhadap korban di klinik tempatnya dirawat. Kemudian dilakukan visum et revertum.

Berdasarkan laporan tersebut, anggota kemudian melakukan lidik keberadaan pelaku. Dan pada Minggu (6/3/2016) sekitar pukul 01.00 dinihari, petugas berhasil menangkap seorang pelaku yaitu Suwandi.

Sedangkan pelaku lainnya, Suhardi, sedang berada di ladang yang terletak di Paye Lebok, Desa SP7 Manganjaya.

“Dari keterangan tersangka Suwandi, ia melakukan pemukulan karena pada pagi hari kejadian, melihat keponakannya pulang ke rumah dalam keadaan menangis,” papar kapolsek.

“Lalu tersangka Suwandi dan Suhardi langsung bertanya kepada keponakannya. Dan dijawab oleh keponakannya, bahwa ia (keponakannya-red) disuruh pulang oleh gurunya, Warsito,” sambungnya.

Dilanjutkan, kedua tersangka kemudian mendatangi sekolahan. Lalu bertanya kepada sang guru, mengapa mengusir keponakannya.‎

Namun karena takut dengan kedua pelaku yang memiliki keluarga besar di Desa SP3 tersebut, sang guru tak berani menjawab. Karena tak mendapat jawaban, kedua tersangka langsung memukuli korban, sampai pingsan.

Adapun menurut keterangan korban, yang merupakan guru kelas I mengajar baca tulis, pada pagi hari itu, Harza, pelaku berkelahi dengan teman sekelasnya. ‎

Korban sudah berusaha tiga kali melerai perkelahian tersebut, namun tidak digubris. Karena itu, kedua murid yang berkelahi disuruh pulang ke rumah masing-masing.

Atas kejadian itu, dunia pendidikan tanah air terutama guru kembali mendapat ujian berat. Untuk lebih hati-hati dalam mengambil tindakan pada siswanya. Atau kalau tidak, bisa jadi akan mengalami nasib sama seperti guru-guru yang telah menjadi korban ketidak pahaman orang tua dan keluarga siswa.

Di sisi lain, para guru semakin bingung karena dihadapkan pada dilema antara kewajiban menjalankan tugas mendidik muridnya-tentu dengan cara-cara yang menurut konsep pendidikan masih dalam taraf wajar-dan tindakan yang dianggap salah dalam pendangan orang tua.

Belum lagi, ketika dihadapkan pada persoalan HAM yang selalu menjadi alasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk selalu mempersoalkan apapun tindakan guru yang tujuannya baik tapi tetap dalam posisi yang salah. Akibatnya sudah banyak terbukti, siswa makin tidak takut pada gurunya, makin tidak menaruh rasa hormat, bahkan mereka makin “ngelunjak”. Siswapun makin berani melakukan pembenaran atas tindakannya karena satu alasan “merasa ada yang membela”.

Lalu, guru harus bagaimana?

About serambimata

Terus menulis

Posted on 12 Maret 2016, in Pendidikan and tagged , , , , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: