Kemenag Tak Lagi Jadi Penyelenggara Haji, RUU-nya telah Disahkan
Serambimata.com – Tanggal 25 April 2016 menjadi hari Senin lalu, menjadi momentum penting bagi kebijakan tentang pelaksanaan Haji dan Umroh yang selama ini menjadi wewenang Kementerian Agama. Pada tanggal tersebut, Badan Legislatif DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU). Poin pokok yang berbeda dari UU nomor 13 tahun 2008 yakni adanya pemisahan tugas dan wewenang antara regulator dan operator.
Dalam RUU tersebut, Kemenag menjadi pembuat kebijakan atau regulator, sedangkan penyelenggaraan haji oleh Badan Penyelenggara Haji Indonesia (BPHI), untuk pengelola keuangannya oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dan pengawasan haji oleh Mahkamah Amanah Haji (MAH).
“Untuk mereka yang mengelola haji akan diseleksi secara terbuka untuk umum baik dari kalangan profesional maupun dari Kementrian Agama. Bagi pegawai Kemenag yang ingin berada di BPHI, mereka harus lolos seleksi dan tidak bisa bekerja di dua institusi. Harus memilih BPHI atau Kemenag,” tutur Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay dalam keterangnnya, Selasa.
Untuk anggota MAH terdiri atas unsur masyarakat dan unsur Kemenag. Nantinya Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) akan dihapus karena telah ada MAH. Seluruh tugas dan kegiatan yang berkaitan dengan kenegaraan akan menggunakan APBN. Sedangkan untuk pemberangkatan haji nantinya akan menggunakan dana yang berasal dari BPKH.
Menurut Saleh, sesuai dengan RUU, anggaran awal BPHI nantinya akan berasal dari APBN dan akan menunggu lima tahun hingga bisa menjadi badan yang mandiri. Selain itu, RUU PHU membahas mengenai sanksi yang jelas yang dikenakan kepada Panitia Penyelenggara Ibadah Umrah (PPIU).
“Sebab selama ini tidak ada sanksi yang jelas bagi mereka jika melanggar aturan,” ucap dia. Untuk laporan keuangan bagi setoran awal jamaah haji pun akan semakin transparan dengan adanya laporan virtual, sehingga jelas nilai manfaat yang diterima setiap jamaah yang menyetor 15 tahun atau yang lebih.
“Selama ini laporan keuangan hanya dibuat secara kolektif, tidak orang per orang sesuai dengan jumlah dan lama menyimpan setoran awal. Seharusnya yang menyimpan lebih lama mereka memiliki nilai manfaat lebih banyak dibandingkan yang hanya menyimpan satu atau dua tahun saja,” tutur Saleh.
Sumber: Hajiumrahnews.com
Posted on 29 April 2016, in Ekonomi and tagged haji, info haji dan umroh, info kemenag, Kementerian Agama, penyelenggaraan Haji, RUU Haji, umroh. Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.
Tinggalkan komentar
Comments 0