Kyai Azaim Tolak Tawaran Jadi Pengurus NU, Ini Alasannya

image

SERAMBIMATA, KHR Ahmad Azaim Ibrahimy mengaku pernah ditawari menjadi Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, tapi Cucu Kyai As’ad itu menyatakan tidak bersedia. Dalam acara napak tilas pendirian NU yang digelar para kiai dan tiga poros cucu pendiri NU (Bangkalan, Jombang dan Situbondo) di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan Jawa Timur, Kamis (3/9/2015), ia mengungkapkan alasan sikap yang diambilnya itu.

Pada acara yang dilaksanakan tidak lama setelah Muktamar ke-33 NU di Jombang, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo mengaku pernah ditelepon salah seorang kiai dari PWNU Jawa Timur. Kiai itu minta agar Kiai Azaim bersedia menjadi pengurus PWNU Jatim. Namun Kiai Azaim tak langsung memutuskan menerima atau menolak. ”Saya minta waktu sehari atau dua hari, untuk menentukan,” kata Kiai Azaim Ibrahimy di depan para kiai yang hadir dengan posisi melingkar di musalla peninggalan Syaikhona Kholil Bangkalan.

Untuk memutuskan tawaran itu, Kiai Azaim minta petunjuk langsung kepada Allah melalui salat istikharah. Di luar dugaan, di dalam istikharahnya Kiai Azaim mengaku didatangi kakeknya KHR As’ad Syamsul Arifin. ”Kiai As’ad tidak ridlo (tidak rela). Kiai As’ad minta saya jangan masuk kepengurusan PWNU atau PBNU dulu karena NU sekarang sedang rusak. Tunggu satu, dua atau tiga tahun lagi,” kata Kiai Azaim yang banyak memakai bahasa Arab ketika menceritakan isyarah dari Kiai As’ad Syamsul Arifin.

Kyai Azaim Menggagas Napak Tilas Pendirian NU di Bangkalan

Kamis lalu (3/9/2015), tiga poros cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) bersama puluhan para kiai melakukan napak tilas pendirian NU di Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan Jawa Timur.  Tiga poros cucu pendiri NU itu adalah keturunan Syaikhona Kholil bin Abdul Latif Bangkalan, Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari Tebuireng dan KHR As’ad Syamsul Arifin Asembagus Situbondo Jawa Timur.

image

KH Syaikh Ali Akbar Marbun, Prof Dr KH Malik Madani, KH Salahuddin Wahid, KH Mu'thy Nurhadi, KH Ahmad Azaim Ibrahimy dan kiai lainnya saat acara napak tilas pendirian NU di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan Madura Jawa Timur.

Dalam acara tersebut, Kiai Azaim menuturkan dalam sejarah pendirian NU Kiai Kholil Bangkalan mengutus santrinya, Kiai As’ad Syamsul Arifin untuk menemui Kiai Hasyim Asy’ari di Tebuireng Jombang. Lewat Kiai As’ad, Kiai Kholil memberikan tasbih dan tongkat kepada Kiai Hasyim Asy’ari. Kiai Kholil juga memberi ijazah agar Kiai Hasyim selalu membaca asmaul husna, yaitu Ya Jabbar dan Ya Qohhar.

Tasbih dan tongkat itu simbol restu bahwa Kiai Hasyim Asy’ari sudah waktunya untuk mendirikan NU. Karena itu Kiai Hasyim Asy’ari bersama para kiai lain, seperti KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syamsuri dan para kiai lain kemudian mendirikan NU. Jadi pendirian NU itu meliputi tiga poros, yaitu Bangkalan, Situbondo dan Jombang. ”Ada sekitar 40 kiai saat itu. Dari Bangkalan diantaranya Syaikhona Kholil dan menantunya, Kiai Muntaha,” kata Kiai Azaim Ibrahimy ketika memberi pemaparan di depan para kiai.

Terilhami sejarah perjalanan tersebut Kiai Azaim menggagas acara napak tilas pendirian NU dimulai dari Bangkalan. Acara tersebut bertujuan untuk memurnikan lagi ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang kini dinilai sudah terkotori oleh paham-paham lain.

Semula Kiai muda kharismatik mengaku ragu karena khawatir muncul fitnah. ”Nanti dikira mau melakukan penggembosan atau untuk menggulingkan atau suul adab,” katanya.

”Tapi setelah saya melakukan salat istikharah, alhamdulillah kekhawatiran itu ternyata tidak benar. Kita ini untuk menjaga NU,” katanya.

Langkah pertama untuk mewujudkan gagasannya itu ia sowan kepada KH Salahuddin Wahid (Gus Solah), Kiai Facrillah Abdullah Schal dan Kiai Nasikh Abdullah Schal untuk minta pendapat tentang rencananya itu. ”Gus Solah setuju dan Kakanda Fahri juga setuju,” katanya.

Menurut Kiai Azaim, napak tilas ini memang tidak persis betul dengan proses pendirian NU. ”Tapi semangatnya sama, untuk menjawab kegelisahan para kiai yang kini prihatin dengan kondisi NU. Dulu para muassis itu mendirikan NU kan untuk menjawab kegelisahan para kiai yang prihatin terhadap paham Islam saat itu. Sekarang juga begitu. Insyaallah pertemuan ini biidznillah (atas ijin Allah-red) ,” katanya.

Dalam acara tersebut, dari dzurriah atau keturunan Syaikhona Kholil tampak KH Fachrillah Abdullah Schal, KH Nasikh Abdullah Schal, KH Imam Buchori Kholil AG dan beberapa kiai yang lain. Dari Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari hadir KH Salahuddin Wahid (Gus Solah), sedangkan dari KHR As’ad Syamsul Arifin tampak hadir KHR Ahmad Azaim Ibrahimy.

Kiai Fachrillah Abdullah Schal dan KH Nasikh Abdullah Schal adalah pengasuh Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan. Gus Solah, pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang dan Kiai Azaim Ibrahimy adalah pengasuh Pesantren Salafiyah Syafiiyyah Asembagus Sukorejo Situbondo.

Selain para keturunan pendiri NU itu tampak hadir KH Syaikh Ali Akbar Marbun (Medan Sumatera Utara), Prof Dr KH Malik Madani (mantan Katib Am Syuriah PBNU), KH Mu’thy Nurhadi (Mudir Am JATMAN), KH Sarif Damanhuri (Ketua MUI Bangkalan) dan puluhan kiai lain.

Dalam acara yang dimulai jam 9 pagi itu Kiai Azaim menceritakan peristiwa penting terkait Muktamar NU di alun-alun Jombang pada 1 Agusutus 2015 lalu. ”Setelah pembukaan Muktamar NU saya pulang. Sehari setelah pembukaan Muktamar itu saya ditemui ba’dlusshalihin (bagian dari orang saleh),” cerita Kiai Azaim yang membuat para kiai yang hadir bergidik.

Menurut Kiai Azaim, orang saleh itu ziarah ke makam Kiai As’ad Syamsul Arifin. Tapi ternyata Kiai As’ad tidak ada. ”Menurut ba’dlussalihin itu Kiai As’ad ada di Makkah bersama para muassis NU yang lain. Di Makkah itu tampak Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syansuri. Semua pendiri NU itu berada di Makkah,” katanya yang makin membuat para kiai yang hadir haru dan terkesima.

Artinya, saat Muktamar NU berlangsung di alun-alun Jombang, arwah para pendiri NU justru meninggalkan Indonesia dan berkumpul di Makkah. Itu artinya, para muassis NU prihatin dan tidak hadir ke arena Muktamar seperti pada Muktamar-Muktamar NU sebelumnya.

Kiai Azaim menyadari bahwa isyarat-isyarat yang ia terima itu tak bisa dibaca lewat logika. ”Saya memang tak bicara logika,” katanya. Tapi fakta sejarah menunjukkan bahwa NU banyak diwarnai oleh simbol-simbol dan isyarat-isyarat langit yang bagi orang NU bagian dari khasanah NU.

Sumber bangsaonline

About serambimata

Terus menulis

Posted on 5 September 2015, in Agama, Budaya, Sosial and tagged , , . Bookmark the permalink. 3 Komentar.

  1. Ikut komen boleh kan gan 😀
    Sukses terus buat blognya …
    Top Blogs :
    http://manalagu.wapka.mobi
    jomtanblogs.xyz

    Suka

  1. Ping-balik: Kyai Azaim Tolak Tawaran Jadi Pengurus NU, Ini Alasannya | serambimata | patokan

Tinggalkan komentar